Jumat, 15 Oktober 2010

TERSESAT DI SUMBING 3

Saat mendaki gunung Sumbing kami mengalami hal aneh. Kami tersesat, berkali kali berputar dan kembali di pohon Beringin misterius. Bahkan setelah kami mengitari daerah itu kami menemukan sungai dan pohon itu lagi. Malamnya kami menginap di dekat pohon Beringin itu.
***

    Kabut sudah menghilang dan matahari bersinar cerah. Udara menghangat dan segarnya aroma daun cemara menguap.

    Aku menyusul Jack ke sungai untuk mandi. Senangnya acara mandi bersama Jack. Langkahku lebar-lebar, tak sabar ingin cepat sampai di air segar dan tentu saja pemandangan segar. Waktunya begitu sempurna untuk mandi. Di tepi air aku tidak menemukan Jack, sahabatku itu di antara aliran bening dan segar. Kusapukan pandangan di antara batu dan tepi sungai, tak ada juga. Sudahlah! Mungkin Jack sedang berburu atau mencari buah untuk makanan hari ini.

    Kubuka bajuku dan kusimpan di antara bebatuan kering. Kuputuskan untuk mandi sendiri, meskipun agak enggan tapi aku membutuhkannya. Di perutku dan dadaku terdapat kerak tipis putih, itu bukan daki tapi ... ah kamu tau itu! Tubuh telanjangku aku benamkan dalam air. Hhhh agak dingin tapi segar, benar-benar segar. Tempat itu agak dalam, sekitar 160 cm, aku harus menengadah supaya gelombang air tidak mencapai hidungku. Kugosok semua badanku tapi aku bertahan supaya aku tidak onani. Kubersihkan tubuhku dari sperma kering sisa permainan semalam.
   
    Saat naik ke atas tubuhku dingin terterpa angin pagi. Aku mencari batu besar tempat Jack mengulum kontolnya sendiri. Batu itu adalah batu terbesar dan pasti sudah hangat karena matahari pagi. Dengan membawa pakaianku aku meloncat dari satu batu ke batu lain dengan hati-hati agar tak terpeleset.

    "Hai!" sapa Jack dari balik batu itu.

    "Ah! elo bikin kaget aja."

    Aku sungguh-sungguh terkejut sampai berdebar. Di balik batu itu Jack telanjang bulat dengan kulit terbakar dan beberapa butir keringat di sini sana. Lirikanku tertuju pada benda besar yang rupanya sedang tidak minat untuk bermain-main.

    "Dah, dari tadi Jack?" aku heran dengan butiran keringat itu.  

    "Makanya jangan molor terus! Katanya mau ototnya bagus? Rutin dong, supaya bagus badan elo." Mukanya dibuat serius.
 
    Rupanya Jack sudah melakukan gerakan-gerakan pemanasan dan beberapa angkatan. Ah, dasar maniak pembentuk otot. Tapi kemaniakannya itu terbayar dengan otot-otot bagus yang melekat di seluruh badannya dari leher hingga betis. Menurut teori, membentuk otot dibutuhkan ketekunan dan teknik. Keduanya harus seimbang supaya tampak hasilnya. Jack memiliki keduanya, sedangkan aku setengah-setengah.

    Jack membuat barbel darurat dari batu yang diikatkan pada sebuah ranting pohon. Kucoba mengangkatnya, ternyata berat juga.

    "Berapa kilo, Jack?"

    " Paling tigapuluhan." Jawab Jack yang saat itu sudah melakukan push up lagi.

    Kakinya mengangkang, tangannya mengepal. Kontolnya yang lemas tapi tampak panjang teracung ke bawah. Badan Jack turun dan hanya beberapa mili sebelum kepala kontol itu menyentuh batu Jack naik lagi. Pantat Jack juga berotot, badannya kecoklatan, ah sexy sekali. Belum lagi keringat yang menjadikan punggung, tengguk dan trisepnya bersinar mengkilap. Jadi ngaceng melihatnya.

    "Huf sorry huf Ko huf jangan huf ganggu huf !" Jack mengerti arti dari bahasa kontolku.    
 
 "Elo huf men.. huf dingan huf push huf up huf juga..."

    Jack menyarankan sambil tetap pushup entah hitungan keberapa ratus kali. Sebenarnya aku menginginkan pantat dan kontol itu, tapi aku menghormati Jack. Kualihkan pikiran ke tempat lain sambil berjemur menikmati pelukan matahari.
***

    Hari itu target kami adalah mencari buah atau apapun untuk dimakan sekaligus mencari jalan keluar dengan menyusur sungai. Hasilnya kami mendapat beberapa buah pepaya dan pisang. Tetapi untuk jalan keluar nihil! Keanehan yang sama, kami kembali ke batu besar itu. Entah dengan jalan bagaimana kami bisa keluar dari sini.

    Sekitar jam tiga sore kami memakan pepaya sebuah. Meski dibagi berdua tapi cukup kenyang karena besarnya pepaya itu. Sewaktu hendak mencuci tangan dan kaki di sungai kami mendengar teriakan seseorang yang sedang memanggil-manggil. Teriakan itu semakin mendekat dan jelas.     "Tonnnnn!! Ari!!! Ayuuu!!!" setelah gema suaranya hilang teriakan yang sama diulang lagi.     Dengan berpakaian lengkap kami mencari asal suara itu. Seorang lelaki berjaket coklat muda sedang berteriak, tangannya dibentuk corong di depan mulutnya.

    "KO! Itu JION!!" kata Jack sambil menunjuk sosok tubuh di kejauhan. Bagiku kurang jelas, tapi Jack rupanya lebih mengenal pria itu.

    "JIIIIOOOONNNN!!" Teriak Jack sekencang mungkin.

    Pria itu menengok ke arah kami. Kami berlari lebih kencang ke arahnya. Ah, benar itu Jion, aku ingat kumisnya yang tebal seperti kumis Abang Jampang. Jion mempercepat langkahnya ke arah kami. Tawa kami menghambur setelah bertemu dengannya. Jack mendekap erat sedangkan aku mengguncang tangannya karena seakan kami menemukan jalan keluar.
***

    Jion kami bawa ke pohon Beringin besar. Di sana sambil makan beberapa pisang kami bertukar cerita satu dengan yang lain. Rupanya Jion pun mengalami seperti yang kami alami, meskipun tidak tepat sama. Saat tertidur dia ditinggalkan teman-temannya. Beruntung dia tidak melepaskan mantel dan tas. Benda itu masih melekat padanya sekarang.

    Tentu saja kami sekarang memiliki alat navigasi, pisau dan sedikit tali untuk mempermudah. Sore itu juga kami mencoba kompas Jion. Tapi medan magnet di daerah itu aneh juga. Waktu kami berjalan ke Utara dan melewati sungai maka kompas itu berputar 90 derajat dan seakan kami berjalan ke arah timur. Saat kami mundur arahnya menjadi Utara lagi. Bahkan Jion tidak bisa menemukan tempat dia pertama kali sadar ditinggal teman-temannya. Padahal menurutnya paling-paling dia berjalan baru 1 Km ketika bertemu dengan kami.

    Pencarian di batalkan karena senja tiba. Kami kembali ke Pohon beringin besar untuk membuat api unggun. Sambil berdiang kami banyak bercerita tentang pengalaman naik gunung dan juga membahas keanehan ini.

    Pandangan Jack tidak lepas dari kumis Jion. Perbincangan sudah beralih pada ingatan-ingatan masa lalu mereka. Aku sendiri yang kurang mengerti hanya mengikuti dan mencoba ikut tertawa, saat mereka tertawa. Malam sebelum aku tidur makan mi rebus, dua bungkus dibagi bertiga. Meski biasanya dua porsi aku sendiri tapi kali ini harus berbagi, dan rasa nikmatnya mi rebus tidak terkalahkan oleh masakan hotel sekalipun.
***

    Koko sudah tertidur. Jack dan Jion semakin akrab berbincang.

    "On, jadi elo pernah lihat kontol si Amet dong!" kata Jack memancing.  

    "Iyalah. Namanya aja mandi bareng. Malah sempet gosok-gosokan segala." Jion terpancing atau memang memberi tanda setuju.

    "Gede gak?" tanya Jack. Wajah Jack menyemburatkan mau dan malu saat mengatakannya.     "Namanya aja keturunan arab. Pasti lah!" jawaban Jion membawa kesunyian. Ada malu di antara mereka sendiri setelah memperbincangkan alat kelamin sesama jenis.

    "Ja....",

    "Ba.." Jack dan Jion berebut sesudah jeda itu.

    Lalu bahkan mereka berbalik satu sama lain untuk mengemukakan terlebih dahulu. Jack mengalah.

    "Meski bukan keturunan arab, aku berani taruhan punyaku gak kalah gede." Jack memberikan tantangan.

    "Alaaa kalau panjang mungkin kalian boleh menang, tapi kalau gede, belum pernah yang aku ketemu yang ngalahin gedenya punyaku." Kata Jion.

    Percakapan mereka makin panas dan makin menjurus. Sejenak Jion berjalan ke arah Koko untuk memastikan sudah tidur benar. Saat Jion berjalan ke arah api unggun lagi dia menurunkan resletingnya. Jack menatap tajam ke arah itu ternganga. Jack berdiri menyambut kesempatan.Tangan kekar Jack terulur ke arah itu.    

    "Gila!! Ini kontol apa pentung hansip?" Jack takjub sehingga memegang kontol itu untuk memastikan bahwa itu asli.

    Napas Jion memburu dan aliran darahnya mengarah ke kontol. Penis yang sudah besar itu bertambah besar lagi. Jack meremas-remas dan menikmati perubahan kontol yang sekarang hampir sebesar botol softdrink.

    Napas Jion lebih memburu dan semakin tidak teratur. Tangannya meraih pipi Jack dan mengarahkan mulutnya ke mulut Jack. Kumis lebat itu menempel dan menutupi bibir Jack.

    "Hmmpff..." Jack menikmatinya dan mulai dengan lembut membalas ciuman itu.

    Mereka berdua saling memeluk dan semakin erat. Mata mereka terpejam seakan tidak mau tahu siapa yang mereka cium, yang penting enak. Ciuman terhenti saat tatapan mereka bertemu, tapi berlanjut saat bola mata itu memancarkan senyuman.

    Tangan Jack melepaskan jaket coklat itu dan tangan Jion menghilang untuk mengusap pantat Jack. Tangan keduanya melepas pakaian satu dan yang lain. Dalam sekejap mereka telah berpelukan dalam keadaan telanjang bulat. Dalam nafsu Jion terkadang menggerakkan pantatnya untuk menggesekkan kontol ke kontol Jack.

    Badan Jion tidak kalah berotot dengan Jack, hanya saja kulit Jion lebih terang. Kaki Jion menekuk tanda meminta Jack untuk melakukan sambil tiduran. Di atas matras dan hamparan pakaian mereka bergulat menyalurkan nafsu mereka. Jion agak menahan lenguhan supaya tidak mengganggu Koko yang sedang tidur. Sejenak keduanya merasa lelah. Jack dan Jion tertawa penuh arti. Mereka tahu bahwa mereka sebenarnya punya keinginan sama. Tangan Jack menggenggam kedua kontol yang tegang penuh itu.

    "Besar mana punyaku sama si Amet?" tanya Jack sambil mengocok keduanya.

    "Uff .. terus Jack!" Mimiknya tidak karuan karena begitu nikmat. Jack biasa saja.

    "Besar mana?" Jack mengulang penasaran.

    "Seksian punya..uhh uuhh elo, Jack! Awww.." Jerit Jion.

    Jack bukannya mengocok tapi malahan memencet keduanya. Jack berdiri lalu mulai memakai celananya. Belum juga kaki Jack masuk lubang satunya.

    "Jack! Jack! Please Jack! Kita kan belum selesai!" kata Jion sambil menahan celana Jack.

     Kontol Jack yang menggantung diraih lalu dikocok. Jack agak luntur. Dibiarkannya kontol gede itu dipermainkan Jion. Ditunjukkan kekaguman Jion pada kontol Jack. Diciumnya segala sudut kontol Jack dari bagian kepala sampai ke lonceng itu.
***
   
    Sementara itu di ibukota, kedua kekasih Alda dan Tia sudah mulai ribut dengan kelambatan jadwal kepulangan kekasih mereka. Berkali-kali dalam hari itu keduanya mencoba menghubungi kos, tetangga, teman, bahkan gym tempat Jack biasa berlatih. Semua nihil, tidak ada kabar atau tanda dari keduanya.

    "Sebaiknya kita putuskan mereka saja!" usul Alda emosi. Mereka berdua duduk berhadapan di sebuah kafe sambil meminum jus jeruk dan jus tomat. Wajah cantik itu tampak muram dan kesal. Sungguh kontras dengan kenikmatan di atas gunung itu.
***

    Jion dan Jack semakin panas saja. Tubuh keduanya berkilat-kilat tertimpa cahaya. Rambut Jack tak beraturan dan tampak basah oleh keringat. Bibir mereka saling berpagut satu dengan yang lain. Tangan-tangan keduanya liar mengusap, memeras, terkadang menancapkan jemari. Desakan nafas mereka terasa lebih cepat karena kurangnya oksigen dan nafsu.

    Mereka tidak hanya sekedar memuaskan syahwat kontol mereka saja, namun juga syahwat tubuh mereka. Kulit keduanya tampak agak kontras. Jack yang kecoklatan tampak jantan. Sedangkan Jion kulitnya lebih putih. Mereka merubah posisi tidur bersebelahan. Keduanya tampak tersenyum puas. Kumis Jion yang lebat tampak basah dan bibirnya bertambah merah.

    Bila disebelahkan badan mereka hampir sama besar, sama berotot, dan bentuk kontolnya itu... hmm menggairahkan. Kedua kontol panjang dan besar itu berdenyut di tempatnya masing masing. Kesempatan ini tidak dibiarkan oleh keduanya. Jack menyambar kontol Jion untuk dikocok demikian juga Jion tak mau kalah. Tangan-tangan kekar itu saling memasturbasi kontol pasangannya.     
 Wajah mereka menggambarkan kenikmatan tiada tara. Kocokan itu tak teratur terkadang lambat dan terkadang cepat. Terkadang juga lambat tapi menggenggam kuat. Jack tidak membiarkan mulut Jion santai. Saat sedang melenguh kembali dikulum bibir Jion yang kemerahan itu. Jack berhenti mengocok dan memeluk leher Jion. Kedua batang yang besar itu direngkuh satu tangan Jion. Karena begitu besarnya kedua kontol tidak muat direngkuh satu telapak tangan, harus dua tangan, padahal tangan Jion termasuk besar. Setelah berada dalam genggaman, kontol itu dikocok bersamaan. Wah, bisa dibayangkan betapa nikmat rasa keduanya. Naik turun naik turun berkali-kali lengan yang agak berbulu itu memompa kedua kontol dalam genggaman.

    "Jack... uhhh Jack! Aku hampir sampai ..."

    "Hhhhaahhh ah a.. ku.. juga!"

    "Uh uh uh aaa Jack, Jack, Jack !"

    Sekarang Jion tidak hanya memompa dengan tangannya saja tapi juga kedua pantatnya yang ketat ikut bergerak-gerak. Semakin cepat dan semakin cepat.

    "Jack!"

    "On..."

    Crottt... Jion menyemprot duluan. Maninnya yang kental mengenai dada keduanya. Tapi belum habis mani Jion, crott kontol satu lagi muncrat mengenai wajah keduanya. Lengan dan pantat Jion masih bergerak namun melambat. Keduanya menikmati puncak kenikmatan yang sebentar lagi akan pergi. Sekali lagi Jion mencium Jack pada bibirnya. Lalu mereka saling peluk.

    Mani mereka meleleh tidak hanya di dada, perut dan lubang kontol mereka, tapi juga ke tikar tempat mereka memadu nikmat. Pelukan itu semakin erat seperti menyetempel kenikmatan yang baru saja dinikmati. Lama sekali mereka berpelukan.

    "Kenapa kita tidak dari dulu ya, Jack?" Jack terdiam memaknai penyesalan Jion.

    Mungkin Jion menganggap dia dan Koko adalah sepasang kekasih, sehingga dia tidak mungkin berada di antaranya. Atau mungkin Jion sendiri sudah memiliki seorang kekasih sehingga dia menyesal kenapa baru sekarang bertemu dengan Jack, dambaannya. Hanya kehangatan yang menyambung mereka dalam tubuh telanjang. Langit semakin terang tanda hari menjelang pagi.

Bersambung....
***

Berikutnya: Mampukah ketiganya lolos dari daerah itu? Apa mungkin mereka main bertiga? Tunggu kisah selanjutnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar