Selasa, 27 Juli 2010

Kisah Pangeran Rockwell

PANGERANKU

Semalam sudah kami berada di puri Edinburg. Sampai pagi ini belum juga pernah bertemu dengan pangeran Rockwell yang akan dijodohkan dengan kakakku Mary Anne. Semalam sewaktu jamuan makan, tuan rumah tampak tegang dan berkali-kali minta maaf atas keterlambatan pangeran Rockwell.


Sesudah sarapan pagi kami, keluarga Rashbury, diajak ke pertenakan kuda milik tuan rumah. Keluarga Edinburg terkenal memiliki kuda-kuda terbagus di wilayah selatan ini. Mereka merawat semua kuda dengan sangat baik. Tubuh mereka tampak berkilat dan ototnya terbentuk.

Acara dilanjutkan dengan pertemuan keluarga Rashbury dan pangeran yang sudah ditunggu-tungu. Di ruang tamu itu kami menunggu. Pangeran Rockwell akhirnya keluar dengan dibantu seorang pelayan lelaki. Orangnya tampan, sekitar 30an, tetapi mukanya kelihatan sembab seperti kurang tidur atau habis menangis.

Pangeran memberi hormat sopan kepada kami. Dia menegakkan badan lalu membuka jubahnya. Ternyata tak ada selembar benang pun di baliknya. Kini tubuh pangeran telanjang bulat terpampang di  depan semua tamu dan pelayan. Para wanita termasuk ibu ratu berteriak dan menutup muka.

"INI KAN YANG KALIAN MAU?!!" teriaknya.

Aku segera berdiri mengambil jubah yang tergeletak di lantai. Kupakaikan pada bahu pageran dan menutupi semua auratnya. Kurangkul dan kujauhkan dari ruang pertemuan.

"Biarkan kami berdua," pintaku pada pelayan sesampai kamar Pangeran Rockwell.

Kukunci pintu dari dalam. Pangeran kududukkan di atas kasur. Kuambilkan dia segelas air untuk diminum.

"Mau kutinggal?" tanyaku. Meski aku berharap tetap di situ.

Pangeran menggenggam lengan kananku erat dan tiba-tiba merangkulku.

"Temani aku. Aku ingin bicara," katanya masih di bahuku.

Bukannya tambah tenang, sesenggukannya bertambah. Kubiarkan Pangeran Rockwell melepaskan beban di bahuku. Kuelus punggungnya yang telanjang di balik jubahnya.

"A aku tak mau dijodohkan," ujarnya sambil menahan sesenggukannya.

Kukeluarkan sapu tangan putih dari sakuku. kusekakan ke mukanya. Dari dekat tampak wajahnya yang tampan. Begitu jantan dengan cukuran jenggot dan kumis yang bersih. Wajah kami begitu dekat kala itu. Semakin dekat. Pangeran Rockwell menempelkan bibirnya di sudut bibirku. Hidungnya di pipiku. Tak tahu harus berbuat apa kubiarkan saja.

Dia mengigit bibirku pelan dengan bibirnya. Masih kubiarkan. Hatiku jadi berdebar-debar. Kini bibir pangeran Rockwell mengulum bibirku. Ah, rasa gelenyar nikmat mengalir. Ciumannya hangat.

"Pangeran!" kataku menjauhkan badannya.

Aku berdiri membelakangi dan menyadari kebodohanku membiarkan yang baru saja terjadi.

"Kau sudah tahu sekarang. Aku tak ingin menyakiti keluargamu. Terutama kakakmu yang cantik. Dia berhak mendapat yang lebih baik," kata pangeran Rockwell di belakangku.

Rupanya selama ini pangeran tertekan dengan perjodohan ini. Dia tidak mencintai kakakku. Dia lebih mencintai sesama jenis.

"Aku mau kau tidur bersamaku sekarang!" pintanya.

Pangeran Rockwell berdiri merangkulku dari belakang. Tangannya mulai meremasi dadaku. Di pantatku terasa kontolnya menegang dan berdenyut hangat. Pangeran menciumi tenggukku dan belakang telingaku. Semua kubiarkan. Aku juga suka pangeran Rockwell.

Tangan pangeran Rockwell begitu cekatan membuka celanaku. Sehingga dalam waktu yang singkat tangannya sudah menggenggam kontolku dan mengocoknya pelan dan lembut. Kubalikkan badanku. Pangeran membantuku melepas baju. Lalu kami berciuman bibir lama sekali.

Tak tahan tanganku untuk menggerayangi setiap inci tubuh hangat pangeran. Otot-ototnya terbentuk seperti kuda-kuda peliharaannya. Mungkin mereka sering berlatih beban bersama.

Kudorong pangeran ke tempat tidur dan kutindih dia di sana. Kontol pangeran semakin mengeras di perutku. Juga kontolku. Masih berciuman kami bertindihan. Pangeran begitu pintar mencium.

"Pangeran..," kataku sambil tersenyum.

"Rockwel, panggil saja demikian, sayang..." balas pangeran menambahkan.

Kudorong pantatku supaya kontolku bisa mengocok kontolnya.

"Fuck me!" pintanya berbisik di telingaku.

Kuangkat kakinya dan membuka celah pantat yang merah itu. Kulumasi lubang itu dengan ludahku. Juga kontolku.

"Sekarang siap..." kupandang wajahnya. Pangeran pun mengangguk.

Kupegang batang kontolku yang besarnya 3,5 cm dan panjang 16 cm. Kuarahkan tepat ke lubang dubur pangeran yang tampak masih mengerut. Kupaksakan sedikit. Aaaaahhh terasa jepitan kencang di kepala kontolku. Kukeluarkan dan kuulangi lagi beberapa kali.

Kontolku jauh merasuk ke dalam. Kupandangi wajah pangeran Rockwell yang tampak tersenyum bahagia. Dia menikmati setiap hentakan yang kupersembahkan bagi kenikmatan. Setiap kedutan dan setiap denyutan kami rasakan dan nikmati bersama. Kontolnya yang menegang bebas dari tadi terayun-ayun di pangkal paha. Kontol Rockwell juga tak kalah besar dari milikku. Sekitar 4-5 cm di bagian pangkal tapi mengecil di bagian kepala. Panjangnya sekitar 19 cm hampir dua genggam telapak tangan. Kontol yang bagus.

Keringatku mengucur deras. Kuraih kontol Rockwell dan kukocok pelan. Mulutnya menganga menahan kenikmatan yang kuberikan. Hingga saat itu datang. Kontol pangeran memuncratkan sperma lebih dahulu ke dadanya. Tak lebih dari semenit aku menyusul. Kukocok kontolku di atas dadanya.

"Aashhh...ss..." aku mengerang tertahan.

***
Kutinggalkan Pangeranku di Puri Edinburg. Pernikahan batal. Gosip kegilaan Pangeran Rockwell menyebar luas di daerah selatan bahkan sampai ke utara. Aku tahu dia tidak gila. Dia hanya berbeda. Budaya kami waktu itu belum bisa menerima hal itu.

Pangeran Edinburg diasingkan ke tempat lain yang tak disebut. Ibu Ratu yang malang meninggal dunia sebulan setelah Rockwell pergi. Edinburg kehilangan Ratu dan Pangerannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar