Minggu, 28 November 2010

MATA ELANG 1

MATA ELANG

Sungguh beruntung menempati kamar di lantai tiga ini. Semula aku sering mengeluh karena lelah naik tangganya, itu sih enam bulan lalu semenjak kepindahan kami. Belakangan aku justru lebih senang di lantai tiga. Banyak pemandangan baik dalam arti sesungguhnya maupun arti khusus. Dari sini aku bisa memandang sejauh berkilo-kilo meter, apalagi dari atas atap. 

Paling menyenangkan adalah karena ada beberapa rumah yang orangnya sering berpose seadanya. Bang Ali misalnya, duda beranak satu yang baru cerai sering hanya pakai celana dalam berjalan-jalan di pekarangan. Terkadang aku sering berpikir dia sinting, pernah suatu kali Bang Ali telanjang lalu onani sambil lari-lari seperti sedang main kuda-kudaan. Ada juga kamar mandi keluarga Pak Harjo yang tanpa atap. Aku bisa mengamati kebugilan seluruh keluarga dengan bebas, tapi nggak suka kalau yang pas mandi Bu Harjo atau Bi Minem yang sudah tua (Huuuueeekh!). Aku suka kalau yang pas mandi Rinto (sekitar 35 tapi belum nikah) atau si Sugi (30an juga belum nikah), gayanya ada saja.

Tapi bukan itu yang kali ini yang ingin aku ceritakan. Tapi mengenai bangunan di rumah sebelah. Sebenarnya bukan bangunan rumah tapi Rukan dua tingkat. Semenjak perencanaan pembangunannya aku sudah mulai merencanakan membeli teropong untuk memperlancar pengamatan. Aku namakan proyek ini adalah proyek mata elang. Aku yakin sekali kalau di sana akan dipekerjakan banyak buruh bangunan yang badannya berotot. Sekalian aku juga mengamati Rinto dan Sugi -yang aku hapal di luar kepala jam mandinya- atau kalau beruntung Bang Ali sedang mencoba cara baru.

Kemarin sudah ada beberapa orang datang untuk mendirikan bedeng sekalian menutup bagian depan dengan seng. Namun karena bedeng belum jadi juga jadi belum ada yang menginap. Hari ini akan lain. Kebetulan juga pas sore tadi ada kuliah sore jadi tidak sempat mengamati aktivitas mandi hari pertama, kalau ada.

Hari ini jam tiga aku sudah ada di kamar atas. Kebetulan di rumah memang tinggal aku sendiri, abangku sudah berkeluarga dan orang tuaku jam 8 malam baru di rumah. Aku beberapa kali melempar sudut teropongku ke tempat-tempat baru, sambil mengawasi target utama dengan mata telanjang. Kadang aku mengamati kamar seorang mahasiswa yang jendelanya terbuka. Posisinya tepat tapi kamarnya terlalu gelap, sehingga obyek tidak bisa tertangkap jelas.

Ini dia! Rupanya buruh bangunan sudah mulai beres-beres. Nampaknya sebentar lagi pulang kerja. Tiga orang buruh berumur di atas 40 tahun sedang antri untuk menggunakan ledeng. Sementara dua buruh yang seumuran aku sedang menyalakan api dengan menggunakan sisa-sisa kaso (balok kecil dari kayu), mungkin mereka akan membuat kopi. Seluruhnya tujuh orang, entah yang satu ke mana, mungkin sedang keluar atau mungkin juga ada di dalam bedeng. 

Satu yang aku suka adalah yang rambutnya agak panjang dan dikuncir ke belakang. Badannya kekar seperti The Rock di WWF, lebih kecil sedikit. Bisep dan trisepnya bagus, dadanya juga membentuk. Perutnya tebal bukan ke samping tapi di bagian petakannya. Pahanya juga kencang seperti pemain bola. Ideal sekali badannya juga warna kulitnya, hanya saja sayang wajahnya tidak jelek sih, tapi tidak menarik. Inilah target pertama.

Pintu seng sudah ditutup, orang-orag tua sudah pulang. The Rock keluar dari bedeng hanya mengenakan handuk yang sudah tidak jelas warnanya. Entah hijau atau kuning atau abu-abu. Pantatnya tebal terbalut handuk kencang, tak henti aku melihat dari ujung rambut sampai ujung kaki berkali kali. Tak terasa kontolku berdiri membayangkan dia bisa kunikmati. Sementara dua yang lain sibuk membuat ini itu dan keluar masuk bedeng berkali kali. Tempat mandi ada di belakang Bedeng.

Rupanya The Rock sudah mau mandi. Ini saat yang mendebarkan. Tempat mandi itu hanya pojokan tempat air mengalir, tanpa tebeng apapun, jadi aku bebas mengamati. Setelah meletakkan perlengkapan mandi pada tempat yang strategis dibukannya handuk itu dan disampirkan di palang terdekat. Wah aku tidak sabar untuk melihat bagian depannya. Tanganku mulai mengelus-elus kontolku yang tambah tegang saja. Ludahku bercelegukan belihat badan besar penuh daging itu.

Dilepasnya kuncirnya dan sekarang mulai dikeramasnya rambutnya itu. Sejauh ini aku masih belum bisa lihat seperti apa bentuk kontolnya. Gemas aku menunggu. Air segar disiramkan ke tubuh, sungguh beruntung kau air bisa mengelus tubuh yang ideal. Bisa mengelus seluruh bagian senti per senti. Aku kadang membayangkan kalau aku yang jadi airnya. Semakin keras saja kukocok kontolku naik turun, aku merasa hampir sampai puncak dan kulepaskan supaya aku masih bisa menikmatinya.

Lalu kedua telapak tangannya menggosokkan sabun di seluruh tubuhnya. Setelah semua badan kena sabun, tidak luput belahan ketat pantat bulat kencang dan juga bagian depannya. Tapi kemudian dia meletakkan sabun dan mulai menggosok tubuhnya pelan-pelan seperti pangeran sedang menggunakan lulur mandi.Tangannya yang berotot dielus bergantian, punggungnya, dadanya dan juga perutnya dan lehernya.

Nah ini dia dia berbalik badan menghadapku. Tepat. Sempurna sekali posisinya. Aku bisa melihat penuh, sayang bagian kontolnya tertutup banyak sekali sabun jadi kurang jelas detailnya. Sayang sekali. Tangannya masih terus menerus mengelus, sepertinya dia membayangkan seseorang mengelusnya seperti itu. Entah dia membayangkan istrinya atau pacarnya, yang jelas benda kehitaman di bawah itu mulai bergerak dari tempatnya, ya .. dia ereksi.

Saat tangan kanannya sampai di bagian kontolnya. Aku juga pegang kontolku sendiri. Dia meremasnya sekali, tapi lalu berpindah ke paha dan selakangan. Lalu bolanya, sementara tangan kirinya memelintir-pelintir teteknya sendiri. Tangan kanan menggosok atau meremas dua lonceng tergantung. Kontolnya semakin berdiri saja, dan tangan kanan itu sekejap saja sudah mulai maju mundur menggenggam kontol itu. Hai dia ngocok!

Tersadar tangan kananku juga mengikuti gerakannya. Ahhhh... ahhhh.... Sungguh nikmat! Tentu saja dia tidak tahu kalau ada orang yang juga menikmati permainan itu, matanya tertutup. Makin lama dia semakin cepat dan makin cepat. Tanganku juga, pokoknya seirama dan nafasku memburu. Sebentar lagi aku keluar aduh semoga bersamaan. Tapi saat itu juga The Rock memperlambat gerakannya. Dinikmatinya kontolnya pelan-pelan. Kocokanku ikut pelan, tapi ahhh sudah tidak kuat dan crootttt. Wah kaosku basah semua terkena mani di mana-mana. Kukocok lagi untuk membersihkan supaya keluar semua.
Byurrr.. byurrr .. suara air disiramkan. Wah rupanya The Rock juga sudah keluar dan sudah terpuaskan. Sementara itu di ujung kamar mandi sudah ada satu orang muda seumuranku sudah menunggu hanya berbalut handuk. Aku juga tidak menyadari kehadiran orang itu, tapi sudah dari tadi sepertinya. Apa si The Rock ketahuan onani lalu berhenti lebih cepat? The Rock tanpa mengeringkan badan dahulu menutup tubuh yang basah itu dengan handuk dan berlalu dari tempat itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar